“Mungkin memang tak ingin ku menghapus harapan itu,
Tak bisa aku memendamnya sendirian sahaja,
Tak rela aku membuang rasa yang Fitrah ini,
Namun belum siap pula aku mempertanggung jawabkan rasa ini.
Ya Allah harus bagaimanakah aku…….?”
Bukankah, “… Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya, Sesungguhnya segala suatu akan dimintai pertanggung jawaban.” QS Al-Isra : 36! Pertanggung jawaban disini bukan saya artikan dalam artian bersedia menyediakan waktu untuk canda dan berdua, memanggil dengan panggilan “sayangku”, memberi kado yang si dia inginkan pada hari Ulang Tahunnya seperti yang biasa kebanyakan lelaki lakukan sebagai pembuktian rasa cintanya dan pertanggung jawaban ikrar, “I Love You, Ukhti/Akhi”. Tapi pertanggung jawaban kepada Illahi, pada Rosul-Nya, pada Agamanya, pada keluarga, pada bangsanya dan pada negaranya.
Bukankah telah dikatakan, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” QS At-Tahrim : 6
Tentunya –mereka yang berikrar- pasti ada pikiran untuk melanjutkan hubungannya ke tahapan yang Halal, konsekuensinya adalah melindungi dirinya dan keluarganya dari api neraka dan berlomba-lomba menempatkannya di tempat terbaik di Sorga. Siap juga menafkahi calon Isterinya dengan merencanakan masa depannya di dunia. Ga enak juga tho apabila beliin kado buat si dia eh uangnya dari Orang Tua, ya okelah mending daripada dari yang haram?
Jikapun saya bertanya dan mereka menjawab, “Iya kami siap.” Tenang-tenang saya belum cegek!! Maka saya bertanya, “Apakah iya hal terindah adalah dengan menyatakannya?”…………. Tak teringatkah kamu kawan dengan kisah cinta Ali bin Abi Thalib dengan Ratu Para Bidadari Surga, Fatimah Az-Zahra (radhiallahu anhum)
Mereka saling memiliki rasa, rasa yang fitrah yaitu asmara antara dua insan manusia yang pasti tak perlu diragukan bahwa rasa cintanya berkualitas tinggi bukan hanya karena Nafsu Birahi.
Setelah mereka menikah Fatimah Az-Zahra bertanya, “Tahukah kamu suamiku sesungguhnya sebelum menikahimu aku pernah jatuh cinta pada seorang lelaki?” Terperanjat dan sakit hatinya mengetahui pernah ada orang lain dihati Istri tercintanya (Apalagi kalau seorang suami mengetahui dulunya sang istri pernah bermesraan dengan mantan pacarnya, lak yo sakit), “Benarkah itu? Siapakah dia?” Tanya Ali penasaran. “Lelaki itu adalah kamu.” Jawab Fatimah…
Begitu pula dengan Ali, buktinya setelah beberapa shahabat tak memperoleh restu Rosul untuk meminang putrinya, mereka meminta Ali untuk mencobanya…
Sepenggal cerita diatas menegaskan beberapa perkara, yaitu:
1. Cinta tak harus dinyatakan apabila memang belum siap, karena seperti kita ketahui kondisi Ali bin Abi-Thalib r.a sebelum menikah memang penuh kekurangan bahkan mahar untuk menikahi putri Rosul adalah baju zirahnya…
2. Ya sememangnya cinta pada lawan jenis itu fitrah yang dipermasalahkan dalam agama adalah (kata Kang Abik) “Setelah itu ngapain.” Buktinya seorang Fatimah sahaja memiliki rasa? Jadi apa salahnya memiliki rasa selama Janur Kuning Belum Melengkung
Lalu harus kuapakan Cintaku?
“Saat kita senang haruskah kita berkata, “Aku sedang senang” tak cukupkah ekspresi senyum dan tawa menjadi bukti?Saat kita marah haruskah kita berkata, “Aku sedang marah” tak cukupkah ekspresi raut wajah geram menjadi bukti?
Saat kita sedih haruskah kita berkata, “Aku sedang sedih” tak cukupkah ekspresi tangis menjadi bukti?
Saat kita kecewa haruskah kita berkata, “Aku sedang kecewa” tak cukupkah ekspresi cemberut menjadi bukti?
Saat aku mencintaimu tak cukupkah Ekspresi usaha Taat dan Patuh serta do’a kepada Kekasih menjadi bukti eksistensi sebuah rasa cinta?”
Ya ekspresi cinta yang tak tertangkap oleh indera tapi eksistensinya saya harap, “I pray to Allah for sending you my love.” Adalah pilihan paling tepat bagi mereka yang belum berani dan belum siap menyatakan Cinta sayangkan dibuang??. Kekasih disini adalah Allah Subhanaahu Wa Ta’ala, bila akhirnya Dia menghapus rasa ya Alhamdulillah apabila di jaga juga Alhamdulillah.
Sekarang pertanyaannya bagaimana mengekspresikan cinta kita sesuia tuntunan Qur’an dan Sunnah,,, Hmm… sebelumnya saya akan menyampaikan Cinta Suci dari seseorang dan saya harap kamu menerimanya…
Sakit apabila menerima fakta si dia tak menerima cinta kita apalagi jika si dia malah menghindar dari kita, tapi orang ini sudah pasti mencintai kita dengan Cintanya yang Agung juga Rahmatan Lil Alamin
Tak hanya kepada sesama manusia bahkan sampai pada sebatang pohon kurma.
Dahulu ketika umat Islam pertama kali membangun masjid, ada sebuah pohon kurma yang tumbuh di masjid itu. Dan setiap Orang ini berkhutbah, beliau selalu berpegangan pada pohon kurma itu. Suatu ketika sahabatnya mengusulkan untuk membuat mimbar agar enak dipandang. Orang ini menyetujuinya dan dibuatlah mimbar itu. Setelah mimbar selesai dibuat, dipakailah mimbar itu oleh Orang ini ketika berkhutbah. Namun apa yang terjadi, tiba-tiba terdengar suara tangisan di masjid itu. Jamaah khutbah bingung, suara tangisan siapakah itu? Sekejap Orang ini paham, beliau pun segera turun dari mimbar, menghampiri pohon kurma dan mendekapnya. “Pohon kurma, janganlah kau menangis. Aku tahu kau sedih. Tapi janganlah menangis, kau akan bersamaku di surga nanti.”. Subhanallah.
Bahkan apabila karakter Morgiana dalam Syair Cinta Pejuang Damaskus menjelang kematian mungkin malah saat nyawanya telah ditarik sebagian merintih, menangis memanggil-manggil pujaan hatinya, “Asad,,,,,,, Asad” Hingga dua kalimat syahadat menutup perjalanannya di dunia.
Luar biasanya Orang ini memanggil-manggil cintanya hingga tiga kali pada saat proses penarikan nyawa menyebut-nyebut yang ia Cintai, “Ummati,,, Ummati,, Ummati.” T_T,,,,,,,,,,,,,, sudah tau bukan bahwa pecinta sejati itu adalah Rosulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Ia mencintai kita bahkan sebellum kita lahir, tak hanya mencintai kita tapi juga orang tua, saudara, teman dan (mungkin) anak-anak kita kelak. Subhanallah,,,, Seberapa keraskah hati kita untuk berani tak menerima cintanya?? Aaarrrggh pengin ketemu…………..
“Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.”(Ali-Imron: 31)
Karena sesungguhnya cinta akan terbukti di Hari Nanti
Suatu ketika datanglah seorang Arab Badui kepada Rasulullah. Perlu diketahui, Arab Badui adalah kelompok masyarakat di Arab yang tergolong nomaden dan punya watak yang kasar, namun juga tidak kalah baik hatinya. Dia bertanya tanpa basa-basi, “Rasulullah, kapan kiamat datang?”. Rasulullah pun menjawab, “Apa yang sudah engkau siapkan?” atau dalam bahasa lain, “Kamu ini kenapa, datang kok tiba-tiba langsung tanya kapan kiamat datang? Apa kamu sudah ada persiapan untuk kiamat?”. Si Badui pun menjawab, “Aku tidak punya persiapan apa-apa Rasulullah. Sholatku belum sempurna, begitu pula dengan puasaku, membaca Al-Quranku. Tapi Rasulullah, kecuali hanya cintaku pada Allah dan Rasulullah.”. “Sesungguhnya engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.”.
Kembali ke topic lalu seharusnya bagaimanakah Cinta di Ekspresikan? Kita coba ambil hikmah dari cerita ekspresi cinta yang telah dituliskan dengan tinta emas. . Orang-orang yang punya cinta sejati adalah orang-orang yang dapat dapat merubah dunia dan kisahnya ditulis dengan tinta emas.
Banyak contoh-contoh orang yang mempunyai cinta sejati. Ada Nabi Yusuf dengan keteguhan imannya saat digoda oleh majikannya, Zulaikha. Zulaikha yang sangat cinta pada Yusuf hendak melakukan yang terlarang bersama Yusuf ketika rumah dalam keadaan sepi dan suaminya pergi. Dalam hati memang Nabi Yusuf juga menaruh hati pada Zulaikhaa. Namun, beliau sekejap ingat kepada Allah dan lari dari godaan Zulaikha yang dipenuhi nafsu cintanya. Dan Allah pun mengabadikan kisah Nabi Yusuf dalam Al-Quran. Hal itu sebagai teladan bagi kita para pemuda muslim agar tidak goyah dalam ujian iman ini.
Ada pula kisah lain seperti Al-Miski yang kisahnya serupa dengan Nabi Yusuf. Al-Miski adalah seorang pedagang keliling yang sangat rupawan. Suatu hari apa seorang putri yang melihat Al-Miski dari lantai dua rumahnya. Ia terpikat dengan ketampanan Al-Miski. Ia pun mempunyai siasat untuk menjebak Al-Miski jika ia lewat lagi di depan rumahnya. Dan keesokan harinya, ia benar-benar menjalankan siasatnya. Sang Putri pura-pura membeli barang dagangan Al-Miski, namun putri mempersilahkan Al-Miski dulu di lantai atas dan memberi wejangan. Namun ternyata ia memasukkan Al-Miski ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Sang Putri menggoda Al-Miski untuk berbuat hal terlarang itu serta mengancam jika Al-Miski tidak mau melakukannya, putri akan berteriak dari lantai dua dan mengatakan kepada semua orang kalau ia mau diperkosa oleh Al-Miski.
Al-Miski tertegun dan dalam keadaan terhimpit. Jika ia menolak permintaan putri, ia akan mendapat citra buruk dimata orang banyak. Namun akhirnya Al-Miski menyetujui permintaan putri dan meminta izin ke kamar mandi untuk membersihkan badan karena tidak mungkin ia melakukan itu dengan badan yang kotor. Putri pun mempersilahkan. Dan tahukah apa yang Al-Miski lakukan di kamar mandi? Ia berusaha sekuat tenaga agar ia bisa buang air besar dan melumurkan kotorannya di seluruh tubuhnya.
Dan akhirnya setelah Al-Miski keluar, sang Putri kaget dan mengira Al-Miski adalah orang gila dan ia menjatuhkan Al-Miski dari lantai dua dan Al-Miski selamat dari kejaran putri itu. Namun Al-Miski tidak seketika meninggal. Ia sakit sampai akhirnya sang Putri mengakui apa yang sebenarnya terjadi waktu itu. Akhirnya Al-Miski pun meninggal. Dan dari makamnya samar-samar tercium bau wangi sehingga orang-orang menujukinya Al-Miski.
Begitu berharganya kisah-kisah ini bagi umat Islam dan tentunya orang-orang seperti itulah yang berhak atas surga. Masih banyak kisah-kisah lain seperti Al-Bukhori yang memburu hadist Rasulullah dari rumah ke rumah sehingga terciptalah hadist shakhih Al-Bukhori. Lalu ada pula Al-Jahid yang begitu cinta pada buku-buku di perpustakaan dan ia selalu membuat ringkasan dari buku-buku yang ia baca di sana. Bahkan tahukah kalian bagaimana beliau ini meninggal? Ia meninggal tertimpa buku-buku sewaktu ia mengambil buku di perpustakaan.
Ekspresi paling tepat adalah Ketaatan dan Kepatuhan Total Pada Kekasih,, Tapi kalau rasa tak kunjung mereda maka yang tepat adalah menikah. Tapi bagaimana jika tidak sedang ingin menikah? Jika tidak ingin menikah, bertakwalah kepada Allah dengan jalan berpuasa.. Atau mempersiapkan jenjang penikahan memalalui berkarya untuk Ummat, mempersiapkan profesi dsb.
Dan jika hal itu tetap tidak bisa dalam ertian anggur cintanya masih memabukkan jiwa, maka jalan lainnya adalah menikah karena sudah waktunya untuk menikah.
“Dan pada akhirnya inilah Jalan Cintaku”
5 komentar:
makanya kalo belum siap, harus menjaga pergaulan dan pandangan..iya ustad zai
Iya betul banget... Setelah menimbang-nimbang dan berkonsultasi ke beberapa ustad maupun ustadzah.. Ya akhirnya itulah keputusanku...inna Ana uhibbuka fillah,(sesungguhnya cintaku karena allah)
loh iki lak artikel ku???? Suwun mas di publikasi, alhamdulillah kalau manfaat!!!!
Ana uhibbuka (ikhwan kalau ga salah)
kalau buat akhwat "Ana Uhibbuki Fillah"
Iya dik, sama-sama, sebelumnya aku udah punya artikel sendiri, tapi masih lebih bagus punyamu.. Makanya punyamu yg dipublish.. Insya allah manfaat, semoga bisa menjadi teladan bagi yang lain
jika cinta didasari cinta kepada Allah SWT...insyaallah segala-sesuatunya akan dimudahkan.
Posting Komentar